Indonesia mengenal luas budaya sunat alias khitanan, terutama pada anak laki-laki dari keluarga Muslim. Akan tetapi, khitanan ternyata sudah ada sejak dulu dalam tradisi berbagai suku. Mulai dari Aceh hingga Bugis, tradisi sunat dilakukan dengan berbagai alasan, seperti menjaga kesehatan serta menanam harapan baik terhadap anak.

1. Aceh Selatan

Daerah Aceh Selatan mempunyai tradisi sunat yang dikenal dengan prosesi sunat rasul, pada tradisi tersebut disertai upacara pemberkatan serta doa untuk anak, baik lelaki maupun perempuan. Tujuannya biasanya untuk menolak bala serta menyambut kedewasaan, meski ada juga yang mencampurnya dengan tradisi sunat dalam Islam.

Tradisi sunat di Aceh biasanya juga dicampur dengan tradisi Islam. Dalam acara hajatan untuk merayakan sunat, keluarga mungkin mengadakan acara kenduri berisi doa bersama sebagai bentuk harapan terhadap si anak.

2. Jawa Barat (Sunda)

Di Jawa Barat, cukup beragam budaya dan adat istiadat masyarakat yang turut mengiringi dan melengkapi prosesi sunat ini. Salah satunya adalah masyarakat Sunda di Jawa Barat mengenal tradisi khitan unik yang termasuk paling ikonik di Indonesia. Biasanya, akan ada prosesi budaya atau tradisi dan kesenian yang dipadukan dengan kearifan lokal masyarakat Jawa Barat jelang Sunatan.

Hal ini karena adanya arak-arakan sisingaan, di mana anak yang hendak dikhitan didudukkan di atas singa besar sebelum diarak keliling desa. Ada juga yang mengarak anak menggunakan kuda renggong, yaitu kuda yang sudah terlatih. Arak-arakan ini disertai musik tradisional Sunda yang dinamis.

Sisingaan ini juga biasanya disertai dengan seni pencak silat. Selain memperlihatkan urus-jurus silat, Sisingaan juga diiringi seni sulap terkadang juga atraksi Debus, yaitu menusuk atau mengiris bagian tubuh dengan benda tajam seperti silet, pisau, atau jarum.

Setelah diarak, anak biasanya dimandikan dengan air dingin sebagai persiapan sunat. Metodenya bisa menggunakan cara tradisional yang dilakukan bengkong (mantri sunat), namun kini, keluarga bisa memilih membawa si anak ke dokter. Acara ini biasanya diakhiri dengan pesta dan kesenian rakyat agar si anak melupakan rasa sakitnya.

3. Tengger

Masyarakat wilayah Tengger di kaki Gunung Bromo memiliki tradisi sunat untuk anak lelaki. Hari baik untuk melakukan khitanan adalah setelah hari lahirnya. Sehari sebelum dikhitan anak dibawa untuk nyekar untuk meminta izin kepada leluhurnya serta danyang.

Pagi-pagi si anak dimandikan kramas dan dimanterai oleh dukun desa. Anak diberi pakaian baik dan diberi tempat duduk yang beralaskan kain “mori” (putih). Di atas kain mori diletakkan benang Lawe yang arahnya melintang. Kemudian si anak didudukkan di kursi tersebut dan siap untuk dikhitan.

Lalu dukun desa mendoakan si anak dan keluarganya dalam upacara khusus. Ketika anak disunat, jengger ayam jantan bagian tengah akan dipotong pada saat yang bersamaan, karena adanya kepercayaan bahwa rasa sakit si anak bisa berpindah ke potongan jengger ayam tersebut. Sunatan ala Tengger biasanya dilakukan dengan bilah bambu tajam dilapisi silet.

Selamatan khitanan dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum khitanan dan setelah khitanan. Upacara sebelum khitanan dilakukan bahwa upacara dimulai dan mohon keselamatan baik si anak maupun keluarga serta hadirin. Selamatan kedua disebut selamatan piringan. Disediakan panganan sebanyak 7 piring yang berisi nasi piringan, ayam jantan, kain mori, uang sekedarnya dan fitrah. Fitrah ini berupa beras, pisang, kelapa dan gula.

Bagi Anda yang ingin melakukan sunat dengan nyaman dan aman, maka bisa langsung saja berkunjung ke Rumah Khitan Syafaat, Safubot Malang dan Safubot Surabaya. Lakukan pemesanan kepada pihak customer service dari penyedia layanan tersebut dengan menyebutkan Dr. Iqbal Margi Syafaat agar proses sunat bisa berjalan dengan lancar.